JustaDreamWorld

[Fanfiction] Get Married? | Part 35-1

Posted on: December 9, 2017

Cast : B.A.P Members

Genre : AU, Yaoi, Drama

Part : 35-1/?

Warning : Typo, alur kecepetan.

Rated : T – M

 

:::::

 

Libur kenaikan kelas tahun ini bagi Junhong sangatlah berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Para hyungnya sangat sibuk dengan urusan masing-masing hingga tidak sempat memikirkan liburan bersama seperti yang biasa mereka lakukan. Walau begitu, ia sudah sangat senang karena masih dapat menghabiskan waktu liburan dengan hyung kesayangannya, siapa lagi kalau bukan Moon Jongup. Hampir setiap hari mereka pergi ke berbagai tempat hiburan baik indoor ataupun outdoor di kota Seoul dengan membawa serta Mochi yang juga merasa antusias seperti pemiliknya.

“Kau tidak pergi?” Tanya Mrs. Choi sembari membersihkan rumah pada anaknya yang tidak biasanya masih berada dirumah di waktu siang seperti saat ini.

“Umma mengusirku?” Junhong balik bertanya tanpa mengalihkan fokus pada game di ponselnya.

“Hanya heran, biasanya kau sudah pergi bersama Jongupie. Tapi lihat sekarang, kau bermalas-malasan di sofa sambil bermain game sejak pagi sampai sekarang. Kalian bertengkar?”

“Tidak, kami tidak pernah bertengkar umma.”

Mrs. Choi menghentikan kegiatannya dan duduk disofa lainnya, menunggu Junhong untuk bercerita, “Baguslah. Lalu ada apa?”

“Tidak ada, hanya tidak tahu harus pergi kemana lagi. Sudah banyak tempat yang kami datangi.” Junhong menghela napas pelan lalu menjeda permainan dan memandang ke arah ibunya, “Umma, apa kita tidak punya rencana liburan?”

“Molla, umma pikir kau akan berlibur dengan yang lain seperti biasa. Jadi umma tidak menanyakan itu pada appa.”

“Mereka sudah sibuk masing-masing dan lupa pada kami, umma.” Sahut Junhong bernada sedih.

Mrs. Choi merentangkan tangannya untuk mengusap rambut Junhong, “Jangan seperti itu, mereka tidak lupa padamu dan Jongup. Hanya saja, mereka sedang sibuk menata kehidupan pribadi masing-masing, terlepas dari ruang lingkup persahabatan kalian.”

Junhong mengerutkan keningnya, berusaha mencerna ucapan ibunya.

“Jangan dipikirkan, jika sudah saatnya nanti kau pasti akan mengerti maksud umma. Untuk sekarang, nikmati masa muda mu saja Junhong-ah.”

“Ne, umma.” Junhong mengangguk mengerti dengan mata berbinar, layaknya puppy.

“Itu baru anak, umma.” Mrs. Choi mengacak rambut Junhong gemas. “Hm, kembali ke topik sebelumnya. Kau ingin liburan?”

“Ne!!” Seru Junhong yang langsung bangun dari tidurnya dan memasang wajah penuh harap pada Mrs. Choi.

“Semangat sekali kkk”

“Minggu depan liburan kami selesai, umma. Memangnya umma tega aku tidak pergi kemana-mana selain di Seoul?”

“Tidak ada yang salah jika kau hanya berlibur di kota ini.”

“Umma~” Rengek Junhong seperti anak kecil.

Mrs. Choi terkekeh melihatnya, “Arraseo, umma akan tanyakan pada appa.”

“Yeay! Boleh aku mengajak Jongupie hyung?”

“Kenapa dia diajak?”

“Kasihan jika Jongupie hyung sendirian, appa dan umma nya pasti tidak mengajaknya liburan.”

“Kau boleh mengajaknya kalau sudah ada kepastian dari appa, arra?”

Junhong mengangguk sambil memberi hormat, “Siap laksanakan.”

“Sekarang, cepat bangun dan bantu umma membersihkan rumah.”

“Aku lelah, umma.” Tolak Junhong yang kembali merebahkan diri dan mulai melanjutkan gamenya.

“Ya sudah, tidak jadi liburan.” Ujar Mrs. Choi berlalu meninggalkan Junhong.

“Andwae!” Junhong segera bangun dan melempar ponselnya ke sofa sebelum menyusul ibunya yang pergi ke ruangan lain.

Junhong yakin permintaannya kali ini akan dijadikan kesempatan oleh ibunya untuk membuatnya melakukan semua pekerjaan rumah selama beberapa hari kedepan. Namun mau bagaimana lagi, demi sebuah liburan ia rela melakukan apapun perintah ibunya meski seluruh tubuhnya akan kelelahan nantinya.

 

-ooo-

 

Sejak kejadian beberapa hari lalu, Youngjae dan Daehyun belum juga kembali ke rumah keluarga Jung karena Youngjae masih sangat nyaman berada dirumahnya sendiri. Dan Daehyun pun tidak mempermasalahkannya sehingga ia menuruti permintaan istrinya tersebut dengan suka cita.

“Daehyunie~~” Suara Youngjae terdengar hingga dapur dimana Daehyun kini tengah mencuci piring kotor miliknya dan Youngjae serta beberapa alat dapur lainnya.

“Ne chagiyaaa.” Daehyun balas berteriak. Beruntung orangtua Youngjae sedang tidak ada dirumah sehingga ia tidak perlu khawatir akan mengganggu pendengaran mereka.

“Kemarilah~ Palliiii.”

Mendengar nada mendesak dari Youngjae sontak membuat Daehyun bergegas menghentikan pekerjaannya dan berlari menghampiri Youngjae yang ia paksa untuk tetap berada ditempat tidur.

“Wae? Gwaenchana?” Tanya Daehyun yang langsung memeriksa keadaan Youngjae saat ia tiba di dalam kamar. Khawatir terjadi sesuatu.

“Gwaenchana.” Youngjae mengerjapkan matanya berulang kali, berusaha terlihat polos. “Bisakah kau ambilkan ipad ku?”

“Huh?” Daehyun menatap Youngjae tidak percaya.

“Tolong ambilkan ipad ku, Jung.” Ulang Youngjae.

“Aish jinja. Jarakmu dan meja belajar hanya 4 sampai 5 langkah, tapi kau justru memanggilku yang sedang sibuk didapur untuk mengambilnya? Yang benar saja ckck.” Meski protes, tetap saja Daehyun menuruti perintah Youngjae untuk mengambil ipad yang terletak di atas meja.

Youngjae mengambil ipad yang Daehyun berikan dengan wajah polos andalannya, “Kau bilang aku tidak boleh meninggalkan tempat tidur.”

“Tapi…. Ah sudahlah, aku akan kembali ke dapur. Masih banyak yang harus ku cuci.”

“Daehyunie…”

“Apa? Ingin menyemangatiku?” Panggilan Youngjae menghentikan langkah Daehyun yang sedang berjalan menuju pintu dengan wajah kesal.

“Tidak. Aku hanya ingin kau buatkan aku jus anggur sekarang.”

“Tapi tidak ada persediaan anggur, chagi.”

“Aku tidak peduli. Pikirkan saja caranya sendiri.” Balas Youngjae dengan nada memaksa.

“Aish, arra. Ada lagi?”

“Jangan lupa tutup pintunya.” Ujar Youngjae lagi yang kini mulai bermain dengan ipad kesayangannya.

Daehyun mendengus sekilas lalu memberi senyuman sangat manis pada Youngjae, “Nde, perintah anda akan saya laksanakan.”

“Cepatlah, aku tidak suka dengan orang lamban.” Usir Youngjae tanpa memandang Daehyun.

‘Kau harus bersabar Daehyun-ah.’ Batin Daehyun lalu melanjutkan langkahnya keluar dari kamar. Tidak lupa ia juga menutup pintu sesuai perintah istrinya yang berusaha mengerjainya itu.

.

.

“Yak! Kenapa kau lama sekali.” Protes Daehyun saat melihat sosok Jongup dibalik pintu utama yang baru saja ia buka. Tangannya segera mengambil kantung plastik dari tangan Jongup dan beranjak menuju dapur, tanpa menghiraukan Jongup yang berjalan dibelakangnya.

“Aku harus mencari toko buah dulu karena persediaan anggur dirumahmu habis.” Jongup membela diri. Wajahnya penuh keringat karena kelelahan.

“Huft. Kau tau? Youngjae terus merengek pesanannya padaku sejak setengah jam yang lalu. Bisa kau bayangkan kondisi telingaku sekarang.” Cerita Daehyun dengan nada di dramatisir.

Jongup yang penasaran dengan ucapan Daehyun tadi pun mendekati dan memeriksa kedua telinga hyungnya tersebut dengan serius, “Telingamu baik-baik saja, hyung.”

“Aku hanya bercanda, paboya. Ck. Lebih baik kau bantu aku cuci semua anggur ini, aku akan menyiapkan peralatan yang lainnya.” Suruh Daehyun yang tampak kerepotan. Wajar saja, hal seperti ini biasanya dilakukan oleh ibunya ataupun Youngjae.

“Cuci saja sendiri, aku haus.” Ujar Jongup santai dan berlalu ke arah ruang keluarga setelah mengambil sekaleng soda dari dalam lemari es.

“Aish jinja! Kenapa anak itu jadi berani padaku.” Gerutu Daehyun sambil menyiapkan alat pembuat jus serta bahan lainnya di atas meja dapur.

“Oh hyung, kau tidak lupa kan kalau lusa akan diadakan upacara kelulusan untuk murid tingkat akhir di sekolah?” Jongup sedikit meninggikan suaranya agar terdengar oleh Daehyun yang masih bergelut dengan kegiatannya.

Daehyun menepuk keningnya pelan. Akibat terlalu sibuk memikirkan perdebatannya dengan Youngjae, ia hampir saja melupakan upacara kelulusan yang akan diadakan disekolahnya dan juga disekolah Youngjae di hari yang bersamaan.

“Untung kau mengingatkan, Jongup-ah.”

“Kau harus ucapkan terimakasih padaku.”

Daehyun memutar bola matanya malas, lagi-lagi Jongup bersikap tidak sopan padanya. “Gomawo, nae dongsaeng.” Ucapnya dengan senyum dipaksakan.

“Cheonma, lain kali jangan lupakan hal penting seperti itu. Apa jadinya jika tidak ada aku?”

“Ck, sepertinya lalat dirumah ini sedang bicara.” Daehyun pura-pura mengedarkan pandangannya ke sekeliling dapur.

“Kau bisa mendengar suara binatang?” Tanya Jongup yang kembali menghampiri Daehyun ke dapur untuk mengambil sekaleng soda baru lagi.

“Aku sedang menyindirmu, paboya.” Dengus Daehyun seraya mendorong kepala Jongup pelan.

“Oh.” Balas Jongup datar yang memilih duduk disalah satu kursi yang ada didapur sambil menikmati minumannya tanpa berniat membantu Daehyun.

“Jadi, Youngjae hyung akan hadir di upacara kelulusannya kan hyung?”

“Molla, aku akan menanyakannya nanti. Yang jelas aku tidak mau dia melewatkan momen penting ini.” Balas Daehyun yang sudah hampir selesai.

Jongup mengangguk setuju, “Aku dan Junhongie akan menemaninya nanti saat disekolah.”

“Tidak perlu, aku akan menemaninya sendiri.”

“Lalu upacara kelulusan disekolahmu?”

“Aku tidak masalah melewatkannya. Bagiku, Youngjae lebih penting.” Ujar Daehyun yang siap beranjak ke kamar mereka dengan segelas jus anggur yang baru saja selesai ia buat. “Kau mau?”

“Tidak.” Jongup menggeleng cepat.

“Kalau begitu tolong bersihkan peralatannya, aku ke kamar dulu. Dan jangan menolak!” Perintah Daehyun yang bergegas pergi sebelum mendengar penolakan Jongup untuk kedua kalinya.

.

.

“Youngjae-ya, pesananmu sudah jadi.” Seru Daehyun saat ia berjalan masuk dan menghampiri Youngjae yang sedang berbaring miring dengan selimut yang menutupi sebagian tubuhnya.

“Pantas saja dia berhenti memanggilku.” Daehyun menggeleng sekilas saat mengetahui Youngjae kini tengah tertidur pulas.

Daehyun meletakkannya gelas yang sedari tadi ia pegang pada nakas lalu ia pun ikut membaringkan diri disamping Youngjae, memeluk pemuda itu hingga posisi mereka kini saling berhadapan.

Daehyun menatap lekat wajah Youngjae sembari mengusap pipi dihadapannya itu dengan lembut. “Aku beruntung memilikimu, Jae.”

“Hyung.” Suara Jongup tiba-tiba mengalihkan perhatian Daehyun yang langsung mengarahkan pandangannya ke arah pintu.

“Aku lapar.” Lanjut Jongup setelah mendapat tatapan penuh tanya dari Daehyun.

“Pesan saja, Youngjae tidak bisa memasak untuk kita.” Balas Daehyun, masih berada diposisinya saat ini.

“Uangnya?”

Daehyun menarik napas pelan, terpaksa ia harus bangun dari tempat tidur untuk menyerahkan beberapa lembar uang kertas pada Jongup. “Pesankan untukku dan Youngjae juga.”

“Ne~” Jongup pun segera kembali ke ruang keluarga, berkutat dengan ponsel serta televisi yang menemaninya sejak tadi.

“Kau terbangun karena kami?” Tanya Daehyun ketika ia berbalik dan mendapati Youngjae yang sudah membuka matanya tanpa bersuara ditempat tidur.

Youngjae mengangguk sembari mengucek kedua matanya, “Suara kalian terlalu nyaring.”

“Kkk, mian. Ayo tidur lagi.” Bujuk Daehyun setelah ia kembali duduk di samping Youngjae.

“Aniyo, aku sudah tidak mengantuk.” Youngjae menjauhkan tangan Daehyun yang ingin mengusap kepalanya agar tertidur lagi. Perlahan ia bangun dan mengubah posisinya menjadi duduk dengan headboard sebagai tempat bersandarnya. “Kau sudah membuat jusnya?”

“Sudah. Sebentar ku ambilkan.” Ujar Daehyun kemudian menjangkau gelas yang terletak pada nakas lalu memberikannya pada Youngjae.

Youngjae mengamati gelas ditangannya, ia ragu untuk meminumnya.

“Aku tidak menaruh racun disana, chagi.”

“Kau coba lebih dulu.” Suruh Youngjae sambil mengarahkan gelas itu pada Daehyun yang menatapnya malas.

“Aku tidak suka jus anggur.”

“Aku tahu. Tapi aku ingin memastikan kalau minuman ini aman.”

“Suruh Jongup saja.”

“Aku mau kau yang mencobanya.” Youngjae menggembungkan pipinya, kesal.

“Shireo!” Tolak Daehyun dengan gelengan mantap.

“Kau tidak sayang denganku?”

“Bukan begi—“

“Kalau kau sayang, harusnya kau mau menurutiku untuk meminumnya.” Potong Youngjae dengan suara lirih.

“Arra! Aku akan meminumnya.” Daehyun meraih jus ditangan Youngjae dan meminumnya dalam satu tegukan. “Lihat, jus ini aman.”

“Baguslah. Ku pikir rasanya akan seburuk penampilannya.” Cibir Youngjae yang ikut mencoba jus tersebut.

“Enak saja. Aku membuatnya susah payah, jangan dihina seperti itu.” Balas Daehyun seraya mengacak rambut Youngjae yang masih minum.

Youngjae menahan tangan Daehyun dan mengembalikan gelas yang masih berisi lebih dari setengah itu, “Aku sudah puas. Kau saja yang habiskan.”

“Hah? Yang benar saja.” Daehyun tidak terima.

“Habiskan atau tidur diluar kamar?”

“Chagiya~ jangan mengancamku.” Daehyun memasang wajah memelasnya namun justru membuat Youngjae semakin menggeleng sebagai tanda penolakan.

“Habiskan. Sekarang.” Youngjae memberi penekanan pada kalimatnya.

Merasa aura kekesalan Youngjae semakin menjadi, Daehyun pun terpaksa meneguk minuman yang paling tidak ia suka itu sampai habis dengan susah payah. Sementara Youngjae tersenyum penuh kemenangan melihat penderitaan Daehyun.

“Puas?” Daehyun mendelik tajam ke arah Youngjae setelah berhasil menghabiskannya.

Youngjae mengangguk semangat sambil menepuk pundak Daehyun bangga, “Itu baru namanya pemberani.”

“Tidak perlu memuji.”

Youngjae tertawa kecil melihat wajah Daehyun yang ditekuk. Didekatinya wajah suaminya itu lalu mencium serta menghisap bibirnya sekilas yang membuat Daehyun melongo. Daehyun tidak menyangka Youngjae akan melakukannya.

“Hadiah.” Kata Youngjae seakan menjawab ketidakpercayaan Daehyun.

Daehyun tersenyum mencurigakan, “Boleh aku meminta hadiah yang lain?”

“Apa?”

“Misalnya…..” Daehyun menggantung kalimatnya. Ia mengarahkan pandangannya ke seluruh tubuh Youngjae disertai seringai kecil di sudut bibirnya yang membuat Youngjae bergidik. Ia mulai mengerti maksud Daehyun.

‘Bugh’ Sebuah pukulan bantal didapatkan Daehyun dari Youngjae yang menatapnya tajam.

“Ah waeeee.” Teriak Daehyun sambil mengusap wajahnya yang terkena pukulan.

“Pervert!”

“Memangnya kau mengerti maksudku?”

“Tentu saja. Memangnya apa lagi yang ada dipikiranmu yang kotor itu?”

“Pfft, kau pasti berpikir yang tidak-tidak.” Goda Daehyun yang sukses membuat pipi Youngjae merona, menahan malu.

“Aku salah?” Tanya Youngjae yang dibalas anggukan oleh Daehyun.

“Tapi aku tidak akan menolak jika kau ingin memberiku hadiah seperti itu.”

“Dalam mimpimu!” Seru Youngjae seraya mendorong pelan kepala Daehyun.

“Kau ingin melakukannya di dalam mimpi? Tidak tidak, aku sudah sering memimpikannya.”

Youngjae membelalakkan matanya, “Apa maksudmu…”

“Kau pasti mengerti.” Daehyun mengedipkan salah satu matanya.

“Ck, aku lelah bicara denganmu.” Decak Youngjae yang mulai beranjak dari tempat tidur namun ditahan oleh Daehyun.

“Kau mau kemana?”

“Ke kamar mandi.”

“Untuk?”

“Astaga Jung Daehyun. Menurutmu apa yang dilakukan saat orang pergi ke kamar mandi?”

“Hm, banyak. Mandi bersama contohnya?” Daehyun menaik-naikkan alisnya, kembali menggoda Youngjae.

“Sepertinya aku harus mencuci pikiranmu agar lebih bersih, Daehyun-ah.” Youngjae lagi-lagi mendorong kepala Daehyun sebelum benar-benar beranjak ke kamar mandi yang jaraknya hanya beberapa langkah dari tempatnya saat ini.

“Kkk, menggemaskan sekali.” Ucap Daehyun pelan disela tawanya karena tingkah Youngjae yang berubah-ubah dari agresif hingga malu-malu hanya dalam sekejap.

.

.

Di lain sisi, Jongup tampak santai menikmati kesendiriannya dengan menyaksikan berbagai acara televisi yang menarik perhatian ditemani makanan serta minuman yang ia pesan sebelumnya atas perintah Daehyun.

‘Ting’ Dering ponsel Jongup berbunyi beberapa kali ketika layar ponselnya menampilkan beberapa pesan masuk yang menyita perhatiannya.

‘Hyung! Kau sedang apa?’

‘Aku sangat lelah T.T Umma menyuruhku membantunya mengerjakan pekerjaan rumah T.T’

‘Bagaimana dengan Mochi? Aku merindukannya.’

Jongup tersenyum simpul saat membaca pesan Junhong yang baru saja menghubunginya.

‘Aku sedang santai dirumah Jae hyung.’

‘Kasihan, kau ingin aku pergi membantumu?’

‘Kau merindukannya tapi tidak merindukanku? Oh.’

Tidak berapa lama pesan Junhong pun kembali datang.

‘Curang! Kau pergi kesana tapi tidak mengajakku.’

‘Tidak perlu~ aku sudah hampir selesai kkk.’

‘Jika aku merindukanmu, apa kau juga akan merindukanku? Kkk’

Jongup tersentak saat membaca baris terakhir pesan pada kolom chat. Ia meneguk minuman soda yang masih tersisa sebelum kembali membalas.

‘Aku tidak sempat mengajakmu karena terburu-buru. Kau ingin ku jemput?’

‘Jinja? Pergi makan lalu Istirahat lah.’

‘Tentu saja…….’

‘Tidak.’

Tidak perlu menunggu terlalu lama untuk mendapat balasan Junhong.

‘Aniyo, lain kali saja hyung.’

‘Hyung, kau perhatian sekali. Aku jadi tidak merasa lelah lagi sekarang.’

‘JAHAT! L  aku tidak ingin bicara dengan Jongupie hyung lagi.’

Jongup segera membalas pesan terakhir Junhong dan mengabaikan pesan yang lainnya. Ia takut Junhong menganggap perkataannya adalah benar.

‘Aku bercanda maknae. Jangan marah padaku.’

‘Ting’ Pesan dari Junhong segera dibuka oleh Jongup.

‘Aku tidak peduli. Bye hyung, aku ingin pergi ke planet lain saja. Jangan mencariku lagi.’

Jongup merutuk dirinya sendiri. Tidak ada niat sedikit pun oleh Jongup untuk membuat Junhong marah atau bahkan kecewa. Ia merasa bersalah telah membalas pertanyaan serius Junhong dengan sebuah candaan.

“Wae?” Suara Youngjae dari belakang mengagetkan Jongup.

Jongup spontan membalikkan badannya dan memberi tatapan frustasi sekaligus memelas pada Youngjae dan juga Daehyun yang mulai duduk di sofa.

“Mochi hilang?” Canda Daehyun yang langsung mendapat pukulan dikepalanya oleh Youngjae.

“Lebih baik kau saja yang menghilang daripada Mochi kami.”

“Apa Mochi lebih berharga dibandingkan aku?” Daehyun pura-pura merajuk.

Youngjae mengangguk, “Mochi lebih menggemaskan dan mudah diatur dibanding Jung Daehyun.”

“Hyung, kau tidak jadi menanyakan keadaanku?” Jongup menyela perdebatan Daehyun dan Youngjae yang tidak akan ada habisnya.

“Ah benar. Aku lupa ada kau disini.” Ujar Youngjae santai sambil membuka makanan yang masih terbungkus rapi diatas meja, “Jadi kenapa wajahmu murung?”

“Putus dengan Junhong?”

“Jadian saja belum, bagaimana dia mau putus paboya.” Youngjae lagi-lagi memukul kepala Daehyun.

“Sepertinya aku salah bicara sampai membuat Junhongie marah.” Jongup bicara dengan nada lesu.

“Apa yang kau bicarakan?” Tanya Youngjae dengan mulut penuh makanan.

Jongup terlalu malas menjelaskan. Ia hanya memberikan ponselnya yang menampilkan kolom chat antara Junhong dan dirinya pada Youngjae.

Youngjae dan Daehyun pun membaca pesan-pesan tersebut sambil menahan diri agar tidak tertawa setelah melihat kedua dongsaeng mereka saling menggoda.

“Paboya!” Seru Youngjae pada Jongup seraya melempar ponsel Jongup kearah sofa. Sedangkan Daehyun hanya memperhatikannya sembari makan dalam diam.

“Jadi aku benar-benar salah?” Tanya Jongup frustasi ketika melihat reaksi Youngjae.

“Tentu saja. Junhongie berharap kau membalasnya dengan ‘aku juga merindukanmu.’ Bukan jawaban ‘tidak.’ Apa kau tidak berpikir betapa susahnya seseorang mengatakan kalimat itu? Seseorang itu harus membuang rasa malu dan gengsi terlebih dulu sebelum berani mengatakannya.”

“Uhuk pengalaman uhuk.” Sindir Daehyun yang langsung menutup mulutnya setelah ditatap tajam oleh Youngjae.

“Sekarang aku harus bagaimana, hyung?”

“Minta maaf padanya, pabo! Itu saja kau tidak tahu? Ck.”

“Tapi dia bilang jangan mencarinya lagi.”

“Lalu kau menurutinya? Kau benar-benar tidak peka, Moon Jongup.”

Jongup tampak berpikir sebelum akhirnya ia bangun dari duduknya dan mengambil ponselnya lalu melangkah pergi dari ruang keluarga.

“Yak! Paling tidak kau berpamitan dulu pada kami.” Teriak Youngjae yang membuat Jongup berhenti dan menoleh pada mereka.

“Aku pulang, hyung.” Pamit Jongup kemudian kembali pergi.

“Youngjae-ya.. Apa menurutmu Junhongie marah pada Jongup?” Tanya Daehyun dengan mulut yang tidak henti mengunyah.

“Tidak. Junhongie hanya bercanda.” Jawab Youngjae penuh keyakinan. Ia kembali melahap makanannya sambil memperhatikan televisi.

“Pfft, kau mengerjainya.” Daehyun terkekeh saat menyadari kejahilan istrinya itu. Sedangkan Youngjae berusaha menahan tawanya karena telah berhasil meyakinkan Jongup.

 

-ooo-

 

Junhong tampak gelisah di meja makan, matanya terus melirik ke layar ponsel yang tidak memunculkan notifikasi apapun sejak empat puluh menit yang lalu. Ocehan ibunya yang asik bercerita di tengah kesibukan memasak untuk makan malam pun tidak ia gubris sepenuhnya. Pikirannya tertuju pada Jongup, ia khawatir perkataannya tadi sudah kelewatan hingga hyungnya itu tidak membalas pesannya lagi.

“Apa aku harus meminta maaf?” Gumam Junhong dengan menghela napas panjang.

“Minta maaf? Kau berbuat salah pada siapa?” Pertanyaan Mrs. Choi menyadarkan Junhong.

“Tidak, umma salah dengar. Aku sedang bernyanyi.” Junhong memberi alasan dengan wajah sepolos mungkin.

“Oh begitu.” Mrs. Choi mengangguk mengerti sambil menata makanan di meja makan.

“Kapan appa pulang? Aku tidak sabar menanyakan tentang liburan kita.” Junhong mengalihkan pembicaraan, sementara tangannya sibuk mengambil makanan didepannya untuk dicicipi.

Mrs. Choi memperhatikan jam dinding di sisi kanannya yang menunjukkan pukul tujuh sore. “Mungkin sebentar lagi. Kau mau makan lebih dulu?”

“Ani, tunggu appa saja.”

“Arraseo, kalau begitu umma ke kamar dulu.”

“Ne um—“ Suara bel rumah yang berbunyi membuat Junhong menghentikan ucapannya. “Appa sudah datang.”

“Bukalah, umma segera kembali.” Perintah Mrs. Choi yang bergegas ke kamarnya dan membiarkan Junhong untuk membuka pintu.

“Sebentar!” Seru Junhong sambil berlari ke arah pintu.

“Jongupie hyung?” Junhong menatap heran sosok dihadapannya sesaat setelah ia membuka pintu.

“H-hai.” Jongup menyapa dengan canggung. Tangan kirinya mengusap belakang kepalanya, salah tingkah. Sementara tangan yang lainnya memegang satu kantung plastik berukuran sedang.

“Kenapa kau kemari, hyung?”

“Aku ingin minta maaf.” Ucap Jongup seraya mengulurkan kantung plastik ditangannya pada Junhong.

“Kenapa minta maaf?” Junhong masih memandang Jongup dengan heran, namun tangannya tetap menyambut pemberian Jongup tanpa ragu.

Jongup menggaruk keningnya, bingung harus memulainya darimana. “Err…. Aku bercanda saat mengatakan tidak merindukanmu.”

“Oh ya?”

Jongup mengangguk samar, “Padahal sebenarnya aku juga merindukanmu.”

Junhong mengulum senyum, wajahnya memanas dan sedikit memerah saat mendengar kalimat yang keluar langsung dari bibir Jongup.

“Kau tidak jadi pergi kan?” Jongup memandang Junhong penuh harap.

“Pergi kemana?”

“Ke planet lain…. Oh astaga, kenapa aku baru sadar kalimatmu hanya bercanda. Mana mungkin kau pergi ke planet lain.” Jongup memukul pelan kepalanya sendiri beberapa kali.

“Pfftt. Jongup-kun, neo paboya.” Tawa Junhong meledak karena kebodohan Jongup.

“Tertawa saja sampai kau puas.” Jongup memutar bola matanya, ia merasa malu sekaligus menyesal karena tidak membaca pesan Junhong keseluruhan.

“Hahaahaha, kenapa kau bisa berpikir aku marah padamu hyung?” Junhong bertanya setelah berhasil menghentikan tawanya.

“Youngjae hyung meyakinkanku kalau perkataanku padamu itu salah.”

“Hyung, sepertinya kau lupa kalau Youngjae hyung sangat senang mengerjai kita.”

Jongup kembali menghela napas panjang, “Aku tidak bisa berpikir saat itu, aku panik karena takut kau marah dan tidak mau menemuiku lagi.”

“Kenapa kau panik?”

“Aku takut kehilanganmu.” Lagi, kalimat Jongup yang diucapkannya santai berhasil membuat jantung Junhong berdetak dengan cepat.

“Junhongie~ siapa yang datang? Bukan appa?” Suara lantang Mrs. Choi terdengar.

“Bukan, tapi Jongupie hyung.” Junhong balas berteriak.

“Suruh masuk, kita makan bersama.”

“Kau dengarkan, hyung? Kaja, jangan sampai umma berteriak lagi.” Ajak Junhong seraya menarik Jongup masuk menghampiri ibunya yang kini sudah duduk manis di meja makan.

“Annyeong haseyo.” Sapa Jongup ramah sembari duduk di kursi makan bersama Junhong.

“Annyeong Jongupie, kau darimana?”

“Dari rumah Youngjae hyung.”

“Oh, bagaimana keadaannya?”

“Begitulah, dia jadi lebih manja pada Daehyun hyung.” Jawab Jongup yang membuat Mrs. Choi tertawa kecil.

“Pasti dia terlihat lebih menggemaskan kkk.”

“Jae hyung memang sudah menggemaskan sejak dulu.” Setuju Junhong sambil membuka bungkusan yang diberikan Jongup.

“Tapi dia juga menyeramkan saat marah.” Timpal Jongup.

“Semua orang juga menyeramkan kalau sudah marah, hyung.”

“Kecuali kau.” Balas Jongup tanpa sadar. Namun sesaat kemudian ia langsung menutup mulutnya saat menyadari keberadaan ibu Junhong.

“Ahjumma setuju, Junhongie justru menggemaskan saat marah atau merajuk.” Mrs. Choi terkekeh pelan dengan kedua tangannya sibuk mencubit pipi kanan dan kiri Junhong yang sibuk makan.

“Hehe, lebih menggemaskan mana aku dan Jae hyung?”

“Junhongie / Kau.” Jawab Mrs. Choi dan Jongup bersamaan.

“Aigoo, kalian kompak sekali kkk.” Junhong tertawa melihat aksi kedua orang didekatnya.

“Tapi pujian kami tidak gratis, sayang. Benarkan Jongupie?” Canda Mrs. Choi yang ditanggapi anggukan oleh Jongup.

“Huh, tidak ada yang tulus denganku.” Junhong berlagak kecewa. Dengan wajah cemberut, ia menyuapi makanan miliknya pada ibunya dan Jongup bergantian.

“Apa ini?” Tanya Mrs. Choi sambil mengunyah pelan makanan dimulutnya, berusaha mencari tahu.

“Kimchi Mandu, ahjumma.” Sahut Jongup.

“Kesukaanku. Jongupie hyung yang membelikannya.” Junhong menambahkan.

“Enak. Umma baru tahu ada makanan ini, lain kali umma akan coba membuatnya.”

“Kkk, umma harus sering keluar rumah saat malam hari agar tahu makanan yang sedang tren.”

“Makanya ajak umma saat kalian pergi.”

“Tidak mau, umma ajak appa saja untuk pergi.”

“Ck, kau takut umma mengganggu kalian?”

“Ne.”

“Memang apa yang kalian lakukan saat pergi? Mencurigakan.” Mrs. Choi mengerling kearah dua pemuda tersebut.

“Urusan anak muda, umma tidak perlu tahu.” Junhong menjulurkan lidahnya.

“Ish, apa ahjumma terlihat terlalu tua Jongupie?”

Jongup menggeleng cepat saat Mrs. Choi memandangnya penuh tanya, “Aniyo, ahjumma masih awet muda. Seperti umur 40an.”

Mrs. Choi mengerucutkan bibirnya, “Itu bukan awet muda namanya. Umur ahjumma memang 40an.”

“Ugh umma, berhentilah bertingkah imut diusiamu.”

“Jangan dengarkan anakmu, Jagi. Kau masih terlihat muda dan imut diusiamu sekarang.” Bela Mr. Choi yang rupanya sudah datang dan mendengar percakapan ketiga orang itu di meja makan.

“Yeobo~ kenapa baru pulang?” Ujar Mrs. Choi manja lalu mengecup sekilas bibir suaminya yang sudah duduk disampingnya, seperti biasa.

“Awww hyung, cepat tutup mata kita.” Seru Junhong yang langsung mengalihkan pandangannya pada Jongup yang ternyata sudah menutup matanya lebih dulu.

“Pffftt, dia lebih polos darimu sayang.” Ucap Mrs. Choi lalu terkekeh bersama suaminya.

“Jongupie hyung, berhenti tutup mata.” Junhong menggoyangkan tubuh Jongup.

“Fyuh, mataku selamat.” Jongup menghela napas lega.

“Hyung, kau pura-pura polos.” Cibir Junhong yang gemas melihat tingkah Jongup. “Umma dan appa juga, suka lupa tempat dan waktu.”

“Hahaha, maaf maaf.” Mr. Choi tertawa keras mendengar cibiran Junhong. Sementara Junhong mengerucutkan bibirnya, kesal.

“Bagaimana kalau kita mulai makan malam?” Ajak Mrs. Choi, mengalihkan pembicaraan.

“Kajaaaa. Aku sudah lapar karena terlalu lama menunggu appa.”

“Lapar apanya, sejak tadi kau sibuk memakan mandu yang diberikan Jongupie.”

“Kau hanya membelikannya? Mana untuk ahjussi?”

“Err… Sudah dihabiskan Junhongie.” Tunjuk Jongup pada beberapa kotak mandu yang sudah kosong.

Junhong memberi sebuah cengiran saat Mr. Choi menggelengkan kepalanya, “Appa mau? Ajak umma saja untuk membelinya. Kasihan umma jarang keluar malam.”

“Kau mau, Jagi?” Tanya Mr. Choi yang langsung disambut anggukan semangat istrinya.

“Arra, setelah makan nanti kita pergi jalan-jalan.”

“Yesss.” Seru Junhong.

“Kau kenapa? Appa hanya mengajak umma.” Mr. Choi menghentikan kesenangan Junhong.

“Lalu aku?”

“Jongup-ah, kau mau menginap disini? Temani anak manja ini.” Tawar Mr. Choi.

“Ne, tidak masalah.”

“Appa, ajak kami juga.” Pinta Junhong dengan wajah memohon.

“Tidak, kau dengan Jongup saja. Appa sedang ingin berduaan dengan umma.”

Junhong merengut, “Yasudah, Jongupie hyung. Nanti kita pergi berduaan juga. ”

“Heh.” Mr. Choi tidak terima dengan kalimat anaknya.

“Bercanda appa~” Junhong meralat ucapannya yang ia tahu sangat tidak disukai ayahnya.

“Apa aku jadi menginap?” Jongup menyela ‘pertengkaran’ ayah dan anak tersebut setelah sejak tadi hanya diam memperhatikan.

“Jadi! Kita main game sampai pagi.” Balas Junhong antusias.

Mr. Choi mengangguk pasrah, ia tidak mungkin menarik tawarannya hanya karena kalimat Junhong. “Kami akan membelikan kalian makanan saat pulang.”

“Gomawo appa/ahjussi.”

“Cha~ ayo kita makan, lihat makanannya sudah dingin karena kita abaikan.” Mrs. Choi kembali mengingatkan.

“Gara-gara appa ckck.” Junhong menggeleng sekilas lalu mengambil beberapa hidangan ke mangkuk nasinya.

“Eish jangan mulai lagi.” Mrs. Choi menghentikan suaminya yang hendak membalas perkataan Junhong. Ia kewalahan jika anak dan suaminya sedang dalam mode ‘tom and jerry’ seperti sekarang.

“Jongup-ah, makan yang banyak.” Mr. Choi mempersilakan sebelum ia memulai makan malamnya.

“Ne ahjussi.” Balas Jongup tanpa sungkan mengambil hidangan makan malam sambil memperhatikan keceriaan keluarga Choi yang ada dihadapannya. Ia tersenyum samar, ‘Kapan aku punya keluarga seperti ini.’

 

-ooo-

 

Jam sudah menunjukkan pukul setengah sembilan malam, namun Daehyun dan Youngjae masih betah berada di ruang keluarga untuk menonton drama favorit mereka. Daehyun terus memeluk pinggang Youngjae sementara sang istri menyenderkan kepala dengan nyaman di pundaknya sembari menikmati cemilan yang tidak henti ia makan.

Sebuah suara dering ponsel Daehyun yang nyaring pun menginterupsi ketenangan mereka. Daehyun segera menjawab panggilan dengan speaker saat nama ibunya tertera pada layar. Sedangkan Youngjae langsung mengecilkan volume televisi hingga tidak bersuara, tidak ingin mengganggu.

‘Ummaaaa.’ Sapa Daehyun ceria.

‘Daehyunie, umma merindukanmu.’

‘Na ddo ummaaaa. Umma sudah pulang?’

‘Baru saja. Rumah sangat sepi saat tidak ada kalian.’ Suara Mrs. Jung terdengar sedih.

Daehyun menarik napas panjang, ‘Mian umma, kami belum bisa pulang.’

Youngjae yang sedari tadi mendengarkan hanya termenung, merasa bersalah.

‘Gwaenchana aegi. Oh ya, dimana Youngie dan mertuamu?’

‘Emmeoni sedang menemani abeoji tugas diluar kota. Dan Youngjae sedang mendengarkan kita sambil memeluk– Ack! Kenapa kau mencubitku.’

“Kenapa kau bilang kalau aku sedang memelukmu.”

“Wae? Kau malu sifat manjamu ketahuan umma?”

“Ck, diam kau.” Youngjae berdecak kesal karena Daehyun mengerti maksudnya.

‘Ummaaa, Youngjae memarahiku.’ Adu Daehyun pada ibunya yang dapat dipastikan mendengar semua pembicaraan mereka.

“Anak manja.”

“Kau lebih manja.”

“Kau menyebalkan.”

“Kau lebih menyebalkan.”

‘Stoooop.’ Teriak Mrs. Jung yang berusaha melerai dari telepon. ‘Aigoo, kalian masih saja suka mendebatkan hal tidak penting.’

‘Hehe, mian umma. Ini salahku.’

“Memang salahmu.” Celetuk Youngjae yang langsung mendapat sentilan di keningnya.

‘Youngie-yaaaa, kau tidak merindukan umma?’

Mendengar namanya disebut, Youngjae segera merebut ponsel dari tangan Daehyun. ‘Aku merindukanmu ummaa.’

‘Aigoo, anak umma yang satu ini selalu ceria.’ Mrs. Jung terkekeh pelan, ‘Kau baik-baik saja?’

‘Ne, aku baik. Cucu umma juga baik.’ Youngjae tanpa ragu mengucapkan kata ‘cucu’, tidak seperti sebelumnya.

‘Syukurlah, umma sangat senang mendengarnya.’

‘Umma tidak menanyakan kabarku juga?’ Protes Daehyun.

‘Kau tidak penting. Benarkan, umma?’

‘Kkk, ne~’

‘Uhm….  Umma, besok sore kami akan pulang.’

‘Jinja? Umma akan membuatkan makanan kesukaanmu besok.’ Mrs. Jung jadi lebih bersemangat.

‘Eiii, tidak perlu. Kami kan bukan tamu.’

‘Umma hanya ingin menyambut cucu umma, boleh kan?’

Daehyun mengangguk pada Youngjae sebagai tanda agar mengiyakan keinginan ibunya. Ya bagaimana pun juga, ibunya pasti sangat ingin merayakan kehadiran anaknya yang sudah diterima oleh Youngjae.

‘Ne, umma.’

‘Sudah malam, kau tidak tidur? Tidur larut malam itu tidak baik untuk kesehatan.’

‘Sebentar lagi umma, umma sudah makan?’

‘Sudah. Hm, Youngie sepertinya umma harus istirahat. Badan umma lelah sekali.’

‘Gwaenchana, umma istirahatlah.’

‘Sampai jumpa besok, aegi. Umma akan pulang cepat untuk menyambut kalian.’

‘Umma, kau perhatian sekali kkk. Gomawo~’

‘Itu harus. Karena umma menyayangi kalian kkk. Sudah dulu, selamat malam aegi.’

‘Selamat malam umma, jangan lupa mimpikan aku.’

‘Mimpikan aku saja umma.’

‘Arraseo, umma akan memimpikan kalian berdua. Jalja.’ Mrs. Jung memutuskan sambungan teleponnya sebelum Daehyun dan Youngjae kembali berdebat.

“Jadi besok kita akan pulang?” Tanya Daehyun memastikan.

“Kau tidak mau?”

“Bukan begitu, tapi kau baru saja bilang masih betah berada disini.”

Youngjae mengangguk setuju, “Tapi kita tidak mungkin membiarkan umma sendirian disana.”

“Ada Jongup.”

“Kau ingin posisimu digantikan oleh dia?”

“Tidak! Enak saja.” Dengus Daehyun.

“Walaupun ada Jongup disana, tetap saja umma memerlukanmu didekatnya. Beda dengan orangtuaku, mereka selalu ada untuk satu sama lain. Jadi aku tidak perlu khawatir mereka akan kesepian.”

Daehyun tersenyum, diusapnya kepala Youngjae, “Terimakasih kau mau mengerti ibuku.”

“Dia juga ibuku.”

“Arra, gomawo.” Ucap Daehyun tulus lalu menciumi pucuk kepala Youngjae.

“Rencananya besok siang appa dan umma akan pulang, jadi sore kita bisa ke rumahmu setelah mengobrol dengan mereka sebentar.”

“Kau atur saja.” Balas Daehyun yang kini sibuk mengusap lengan Youngjae yang ada dalam pelukannya.

“Oh ya, Jae. Lusa nanti kau akan datang kan?” Daehyun membuka suaranya setelah beberapa saat mereka terdiam.

“Jae?” Daehyun mengernyitkan keningnya saat tidak mendapat balasan. Ia menunduk dan kemudian tersenyum saat melihat Youngjae tertidur dengan nyamannya.

Perlahan Daehyun bangun dari tempatnya duduk dan membopong Youngjae ke kamar mereka dengan langkah pelan agar tidak membangunkan istrinya tersebut. Dibiarkannya ruang keluarga yang berantakan serta televisi yang masih menyala.

“Jaljayo.” Ucap Daehyun setelah ia selesai merebahkan Youngjae di tempat tidur. Ia mencium bibir dan perut Youngjae bergantian lalu menyelimutinya sebelum ia kembali untuk membereskan ruang keluarga.

 

-ooo-

 

“Yak! Hyung! Jaga sebelah kanan mu.”

“Semuanya aman.”

“Buka matamu yang lebar hyung, ada penyusup di ujung sana.”

Teriakan demi teriakan terdengar cukup nyaring di kamar Junhong akibat keseruan bermain game terbaru yang baru Jongup dan Junhong beli kemarin. Mr. Choi yang hendak tidur pun terpaksa menghampiri mereka dan menyuruh mereka berhenti, mengingat hari sudah larut malam. Namun sayang, ia justru tergoda untuk bergabung dengan mereka akibat bujukan sang anak hingga melupakan tujuan awalnya.

“Appa! Itu teman satu tim mu, jangan ditembak!”

“Cerewet, appa sudah tahu.”

“Hyung, ganti senjata saja.”

“Berisik.”

Junhong merengut setelah mendapat dua teguran sekaligus dari dua orang yang tengah beradu dalam permainan sejak satu jam yang lalu. Junhong sebenarnya ingin bermain, tapi kali ini dia membiarkan ayahnya untuk menggantikannya melawan Jongup. Bukan tanpa alasan, ia hanya ingin membuat hubungan ayahnya dan Jongup lebih akrab lagi daripada sebelumnya. Paling tidak ia juga harus melakukan sebuah usaha untuk kemajuan hubungan ia dan Jongup.

Walaupun mereka belum resmi seperti hyungnya yang lain namun Jongup dan Junhong sudah saling mengakui perasaan mereka satu sama lain saat mereka berenam bermain truth or dare beberapa waktu yang lalu. Dan saat itu, Jongup mengatakan ingin merubah dirinya menjadi sosok yang lebih baik lagi agar mendapat persetujuan dari orangtua Junhong yang ia ketahui tidak akan mudah serta memakan waktu yang cukup panjang. Dan karena hal itu, Junhong berinisiatif membantunya dengan mendekatkan Jongup pada orangtuanya terlebih dulu sehingga dinding kecanggungan diantara mereka menipis secara perlahan.

“Aish, kenapa aku bisa kalah.” Mr. Choi melempar asal joystick ditangannya setelah Jongup berhasil menang.

“Karena appa tidak ahli.”

“Sembarangan, saat muda appa pernah ikut kompetisi game Junhong-ah.” Mr. Choi membanggakan diri.

“Appa juara berapa?” Junhong dan Jongup memandang kagum pada Mr. Choi.

“Tiga.”

“Tiga dari bawah.” Celetuk Jongup pelan.

“Eiii, Jongup-ah. Harusnya kau pura-pura tidak tahu saja.” Mr. Choi menggeleng sekilas karena Jongup menginterupsi ceritanya.

“Pffft, aku tidak jadi bangga pada appa. Appa memalukan.” Ledek Junhong dengan tawa khasnya.

“Tega sekali mengatai appa.”

“Biar saja.” Junhong menjulurkan lidahnya.

Mr. Choi melirik sinis ke arah Junhong lalu beralih pada Jongup yang memperhatikan, “Jongup-ah, apa kau mendengar suara?”

“Aniyo.” Balas Jongup dengan gelengan cepat, sadar akan permainan dari Mr. Choi.

“Aigoo, ahjussi jadi merinding.” Mr. Choi pura-pura bergidik ngeri yang membuat Junhong menekuk wajahnya.

“Hawanya juga mendadak dingin.” Tambah Jongup yang langsung mendapat anggukan setuju dari Mr. Choi.

“Ish. Jongupie hyung kenapa ikut-ikutan.”

“Jongup-ah, sepertinya ahjussi ingin tidur saja. Disini menakutkan.” Mr. Choi masih saja menggoda Junhong. “Apa kau berani sendirian?”

“Aku pulang saja, ahjussi. Aku juga takut.”

“Baiklah, hati-hati dijalan. Siapa tahu kau diikuti. Ahjussi ke kamar dulu.”

“Appa! Aku adukan pada umma, nanti.”

“Ah, aku takut sekali.” Gumam Mr. Choi sambil berjalan keluar menuju kamarnya, tak menghiraukan Junhong.

“Kenapa kau ketawa? Pulang sana.” Usir Junhong pada Jongup yang mentertawakannya sedari tadi.

“Kau ingin aku pulang? Arraseo.” Ujar Jongup datar lalu bersiap pergi.

“Yak hyung, aku bercanda.” Junhong segera memeluk lengan Jongup agar tidak meninggalkannya.

“Kau yakin?”

Junhong mengangguk, “Jongupie hyung tidak boleh pergi. Atau hantu Junhong akan mengikutimu rawr.”

Jongup terkekeh mendengarnya, “Sejak kapan suara hantu seperti itu?”

“Sejak semenit yang lalu.”

“Dasar aneh.”

“Kau menularkan keanehanmu.”

“Kalau begitu jaga jarak denganku agar tidak tertular.”

“Tidak mau, aku suka dengan keanehanmu. Ah ani, aku suka semuanya tentangmu.”

Jongup tidak tahu harus membalas apa lagi, ia selalu dibuat speechless dengan kalimat-kalimat manis yang sering dilontarkan Junhong yang entah ditirunya dari siapa.

“Sudah malam, ayo tidur.” Jongup melepas pelukan Junhong dilengannya kemudian mengelus rambut Junhong.

“Ku pikir kita akan bermain sampai pagi.”

“Aku tidak mau kau sakit karena tidur larut malam, maknae.”

“Arraseo.”Junhong menurut dan beranjak ke tempat tidurnya dengan diikuti Jongup.

“Sampai bertemu di dalam mimpi, maknae.” Ucap Jongup sambil menarik selimut untuk menutupi mereka berdua yang sudah merebahkan diri, bersiap untuk tidur.

“Jaljayo, Jongupie hyung.” Balas Junhong lalu mengecup pipi Jongup kilat sebelum ia menyembunyikan seluruh tubuhnya dibalik selimut, malu.

Entah apa yang dirasakan Jongup saat ini. Wajahnya tampak datar meski bibirnya tertarik sedikit membentuk senyuman tipis. Namun satu hal yang pasti, jantungnya berdebar kencang dan tidak beraturan akibat ulah spontan Junhong. Ia pun memejamkan matanya, berharap jantungnya akan kembali normal saat tertidur nanti.

 

:::::

 

Matahari kembali menampakkan dirinya dengan sinar cerah dipagi hari. Memaksa setiap orang untuk segera bangun dan memulai kegiatan mereka. Dan hal itu tampaknya berlaku bagi Youngjae yang kini sudah membuka matanya perlahan akibat terkena pantulan sinar yang masuk melalui celah jendela kamarnya. Ia menoleh kesamping dan tersenyum saat melihat wajah tenang Daehyun yang masih tertidur dengan selimut menutupi sebagian wajahnya.

“Selamat pagi, Daehyunie.” Sapa Youngjae lembut seraya mengecup kedua kelopak mata Daehyun yang tentu saja dapat membangunkan si empunya.

“Kau bangun pagi sekali, chagi.” Daehyun memeluk tubuh Youngjae dengan mata yang masih terpejam.

Youngjae tidak menolak pelukan Daehyun tersebut, ia justru semakin merapatkan tubuhnya, “Bangun di pagi hari itu menyehatkan, baby.”

“Kau terlalu banyak membaca artikel di internet.”

“Daripada kau, menonton yang tidak-tidak di internet.” Sindir Youngjae sambil menyentil bibir Daehyun.

“Itu penting chagi.”

“Penting apanya. Otakmu semakin rusak, Dae.”

“Memangnya kau tidak mau gaya baru, hm?” Bisik Daehyun disertai senyuman menyeringai.

Pipi Youngjae memerah saat mendengar bisikan Daehyun yang bernada seduktif tersebut, ditambah jemari Daehyun yang bergerak lincah di belakang tubuhnya membuat Youngjae makin bergeming.

“Aku merindukanmu, chagiya.” Bisik Daehyun lagi ketika menyadari tidak ada perlawanan dari Youngjae.

Youngjae menggigit bibir bawahnya, ragu. “Tidak bisa, dokter bilang—”

“Arraseo.” Daehyun memotong kalimat Youngjae dengan sebuah kecupan.

Youngjae tertawa kecil, “Sabar.” Ujarnya lalu mencubit gemas hidung Daehyun yang sudah memasang wajah kecewa.

“Apa boleh buat, aku akan menyerangmu habis-habisan saat anak kita lahir nanti.”

“Yak!” Youngjae memukul perut Daehyun, tidak terima

“Hahaha, aku bercanda chagi. Kau takut sekali.”

“Awas saja. Ku hajar kau.”

“Jangan begitu, kau mau anak kita nanti juga galak sepertimu?”

“Biar sa–hoek” Youngjae menutup mulutnya saat mual yang sudah beberapa hari ini tidak ia alami kembali terasa.

“Gwaenchana?” Daehyun menangkup wajah Youngjae untuk memeriksa keadaan istrinya. “Kau ingin aku bawa ke kamar mandi?”

Youngjae menggeleng lemah, namun sesaat kemudian rasa mualnya lagi-lagi muncul dan membuat Daehyun sigap mengangkat tubuh Youngjae lalu membawanya ke kamar mandi.

“Sepertinya kau kelelahan.” Duga Daehyun sambil mengusap punggung Youngjae yang sedang mengeluarkan isi perutnya yang kosong.

“Aniyo, harusnya aku langsung meminum obat saat bangun tadi agar tidak begini.”

Tidak tahu kenapa, Daehyun merasa senang ketika mendengar jawaban Youngjae yang tampak sangat memahami keadaan dirinya sendiri sekarang.

“Setelah ini, kau minum obat dan istirahat. Aku akan buatkan sarapan.” Saran Daehyun seraya membersihkan wajah Youngjae.

“Aku bisa buat sarapan untuk kita.”

“Biar aku saja, tugasmu sekarang adalah istirahat.” Tolak Daehyun lalu menuntun Youngjae kembali ke tempat tidur.

“Aku bosan Dae.” Keluh Youngjae yang kini duduk bersandar pada headboard, memperhatikan Daehyun.

“Sabar, ini demi kebaikan kalian.” Daehyun mengusap kepala Youngjae sementara tangan lainnya mengulurkan beberapa butir obat dengan berbagai jenis.

“Istirahatlah, aku akan membuat sarapan dulu. Kau mau apa?”

“Roti panggang saja, tapi kau harus tambahkan sirup maple dan madu yang banyak diatasnya.”

“Oke. Aku segera kembali.” Pamit Daehyun sebelum melangkah keluar kamar dan membiarkan Youngjae beristirahat selagi menunggunya.

.

.

“Baby, aaaaa.” Youngjae mengarahkan potongan roti panggang miliknya ke mulut Daehyun yang dengan senang hati memakannya.

“Enak juga.” Daehyun akui sekarang ia mulai terbiasa dengan selera makanan Youngjae yang didominasi dengan rasa manis dan juga asam tersebut.

“Ku bilang juga apa. Mau lagi?”

“Tidak, makananku masih banyak.”

“Ya sudah.”

“Oh ya, aku baru ingat. Besok jam berapa upacara kelulusanmu dimulai? Pakaiannya sudah siap?” Tanya Daehyun di sela sarapan mereka berdua di tempat tidur.

Youngjae menghentikan makannya dan memandang Daehyun serius, “Aku tidak akan menghadirinya.”

“Kau hanya mengalaminya sekali seumur hidup, Jae. Aku tidak ingin kau melewatkannya.”

“Tidak apa-apa. Lebih baik aku melewatkannya daripada harus mendapat pandangan jijik dari semua orang yang ada disana.” Suara Youngjae bergetar, seakan menyimpan kesedihan.

“Aku akan menemanimu.”

“Percuma. Walaupun kau dan orangtuaku ada disana, mereka akan tetap merasa jijik saat melihatku. Memangnya kau mau aku diperlakukan seperti itu?”

Sadar Youngjae akan menangis, Daehyun pun meminggirkan makanan mereka agar dapat memeluk Youngjae dengan nyaman.

“Sudah cukup aku diperlakukan seperti sampah oleh mereka kemarin. Aku tidak mau lagi, itu membuatku muak dan putus asa.” Lanjut Youngjae dalam pelukan Daehyun.

“Maaf, aku tidak bermaksud memaksamu. Aku hanya….”

“Aku tahu. Kau hanya ingin aku memiliki kenangan tentang semua momen penting di masa sekolah seperti yang lainnya bukan?”

“Ne…” Jawab Daehyun singkat dan semakin memeluk erat Youngjae.

“Gomawo, aku hargai niatmu. Tapi kau tidak perlu melakukannya. Dengan tidak lagi menginjakkan kaki disekolah itu saja sudah membuatku sangat bahagia.”

“Maaf… Karenaku, kau jadi menderita disana.” Penyesalan Daehyun muncul ketika permasalahan kemarin melintas dipikirannya.

“Itu masa lalu, jangan disesali karena tidak ada gunanya. Lebih baik kita pikirkan masa depan saja agar tidak ada penyesalan lainnya.”

“Kau benar. Aigoo, uri Youngjae sudah dewasa sekarang.” Goda Daehyun diikuti kekehan kecil dari Youngjae.

“Uhm, Dae. Bagaimana dengan kelulusanmu?” Youngjae balik bertanya.

“Aku juga tidak akan menghadirinya.”

Youngjae sontak mengadahkan kepalanya, memandang Daehyun seolah meminta penjelasan.

“Aku ingin menjalani semua momen penting dihidupku bersamamu. Termasuk upacara ini. Jika kau memilih untuk melewatkannya, maka aku juga. Bagiku, tidak ada momen penting jika tidak ada kau didalamnya. Kau mengerti maksudku kan?”

“Aku mengerti.” Youngjae mengangguk pelan lalu mengecup bibir Daehyun berulang kali, “Terimakasih.”

“Sama-sama. Sekarang lanjutkan makan kita agar kau bisa istirahat.” Saran Daehyun yang dituruti Youngjae.

Daehyun pun melepas pelukan mereka dan kembali mengambil makanan yang sempat mereka abaikan. Lelucon pun tidak lupa dilontarkan Daehyun untuk menghibur Youngjae disela acara makan mereka.

 

-ooo-

 

“Channie-yaaa, kau yakin tidak ada yang tertinggal?”

“Sangat yakin, umma.” Balas Himchan dari dapur pada ibu Yongguk yang duduk di ruang keluarga, mengamati barang bawaan Himchan yang berjumlah sedikit. Hanya ada dua ransel tergeletak diatas sofa.

“Bukankah sekarang musim panas? Kau perlu berganti pakaian beberapa kali.” Mrs. Bang mengingatkan saat Himchan berjalan kearahnya dengan dua buah gelas kopi hangat di tangannya.

“Syuting hanya satu atau dua hari, umma. Ku pikir akan cukup.” Ujar Himchan lagi setelah duduk disamping Mrs. Bang sambil menyesap kopi miliknya.

“Kalau kau kekurangan sesuatu, bilang saja. Yonggukie akan mengantarnya.”

“Nde~”

“Kapan kau akan berangkat?”

Himchan melirik kearah jam dinding yang menunjukkan angka 9 lewat 15 menit, “Hm, seharusnya jam 10 kami sudah berkumpul di agensi.”

“Jinja? Aigoo, umma harus menyuruh Yongguk dan appa untuk cepat pulang.”

Himchan segera menahan tangan Mrs. Bang yang hendak membuka ponselnya, “Tidak apa-apa umma. Masih banyak waktu. Lagipula, sudah lama mereka tidak olahraga bersama.”

Mrs. Bang menghela napas berat, “Ya. Sejak Yonggukie sibuk bekerja, dia jadi jarang menghabiskan waktu dengan kita.”

“Apa kami merepotkan kalian, Channie?” Lanjut Mrs. Bang yang sontak mendapat sanggahan dari Himchan.

“Kenapa umma bicara seperti itu? Kalian orangtua kami, mana mungkin merepotkan.”

“Umma merasa kasihan melihat kalian yang dulu hanya fokus pada pendidikan dan kehidupan kalian, sekarang malah sibuk mengumpulkan uang untuk membiayai kami juga. Padahal tanpa bekerja pun, kalian bisa menggunakan uang pensiun appa setiap bulannya untuk biaya kita semua.”

“Umma, kami tidak pernah merasa direpotkan oleh kalian. Kami justru senang karena tidak semua orang mendapat kesempatan bisa menjaga dan merawat orangtua mereka, termasuk aku. Sejak orangtuaku meninggal, umma dan appa mengambil alih posisi mereka untuk membesarkanku. Kalian sudah aku anggap sebagai orangtuaku sendiri. Jadi, biarkan aku membalas kebaikan kalian. Semua yang aku lakukan belum seberapa dengan kasih sayang yang kalian berikan padaku.” Suara Himchan terdengar menahan tangis saat teringat orangtuanya. Tanpa sungkan ia memeluk Mrs. Bang yang berada disampingnya itu dengan sayang.

“Dan Yongguk pernah bilang, dia sangat sedih mengetahui kondisi kesehatan appa namun dia juga bersyukur ada hal positif dari semua itu. Umma tahu apa?”

“Apa?” Mrs. Bang menatap Himchan penasaran.

“Kalian bisa berkumpul lagi dengannya disini, seperti keluarga lainnya. Karena itu, dia jadi lebih semangat menjalani hidupnya dan lebih bertanggung jawab sejak ada kalian. Bukankah itu hal yang baik, umma?”

“Yongguk juga pernah bilang kalau dia tidak mau menggunakan uang pensiun appa untuk kita, karena dia ingin uang itu kalian gunakan di masa akan datang. Selagi dia mampu, dia hanya mau membahagiakan kalian dengan usahanya sendiri. Jadi umma jangan berpikir seperti itu lagi, oke? Kami menyayangi kalian.” Jelas Himchan panjang lebar tanpa melepas pelukannya pada ibu Yongguk yang hanya diam mendengarkan.

“Terimakasih, umma sangat beruntung memiliki anak seperti kalian berdua. Umma sangat menyayangi kalian.” Mrs. Bang merasa haru mendengar kalimat demi kalimat yang diucapkan Himchan.

Keduanya kini saling terdiam tanpa berniat melepas pelukan diantara mereka. Mrs. Bang membelai lembut surai kecokelatan Himchan yang tampak nyaman diperlakukan seperti itu.

“Kalian sedang apa?” Suara Yongguk dari arah belakang menyadarkan mereka berdua yang refleks menoleh kearahnya.

“Sedang berpelukan dengan ibuku.”

“Kau tidak ingin memelukku juga?” Tanya Yongguk setelah ia dan ayahnya ikut duduk disofa.

“Aku bosan denganmu.” Jawab Himchan santai lalu beralih pada ayah Yongguk yang tampak penuh dengan keringat, “Appa, bagaimana olahragamu? Kau jadi terlihat lebih segar.”

“Benarkah? Tidak percuma appa berjalan keliling taman selama satu jam haha. Lain kali kau juga harus ikut dengan kami.”

“Boleh juga, appa harus menemaniku berolahraga setelah aku pulang nanti.” Setuju Himchan yang hanya ditanggapi acungan jempol oleh Mr. Bang yang tengah meminum minumannya.

“Oh astaga! Sekarang sudah hampir jam 10, sudah waktunya kau berangkat.” Seru Mrs. Bang saat matanya tanpa sengaja memandang kearah jam.

“Aish, aku lupa. Bbang, kau jadi mengantarku?”

“Jadi. Sebentar, aku akan berganti pakaian.” Yongguk berlari kecil menuju kamarnya

“Biar ku bantu, kalau tidak kau akan lebih lama.” Sahut Himchan yang bergegas menyusul Yongguk.

Namun niat awal Himchan yang ingin membantu Yongguk rupanya hanyalah alasan, karena setelah pintu kamar tertutup Himchan langsung mendekati Yongguk yang hendak melepas baju dan memeluknya dari belakang.

Yongguk menghentikan gerakannya, tangannya beralih memegang kedua lengan Himchan yang melingkar di pinggangnya. “Kau bilang bosan memelukku.”

“Tidak sopan jika memelukmu didepan mereka.” Himchan menyandarkan kepalanya dipunggung Yongguk dengan nyaman.

“Kau yakin tidak ingin aku ikut denganmu?”

“Yakin, aku tidak mau kau meninggalkan mereka dan pekerjaanmu hanya karena aku.”

“Tapi kau akan sendiri disana.”

“Aku tidak sendiri, Bbang. Banyak orang yang akan ikut, termasuk Zhoumi hyung dan Seyong.”

Yongguk membalikkan badannya hingga kini ia lah yang memeluk pinggang Himchan, “Zhoumi hyung juga ikut? Ku pikir hanya kau dan staff dari agensi yang akan ikut.”

“Rencananya seperti itu, tapi tiba-tiba Zhoumi hyung memilih untuk ikut karena ingin mengawasi proses syuting agar pengalamanku yang dulu tidak terulang.”

Yongguk mendesah kecewa, “Apa hanya kau model diagensinya? Kenapa dia rela turun tangan secara langsung sementara manager yang menanganimu juga ikut.”

“Entahlah, mungkin jadwalnya sedang kosong.”

“Hime, apa mungkin seorang CEO industri hiburan memiliki jadwal kosong yang begitu lama?” Yongguk bukan tipe orang yang senang mencurigai sesorang, tapi entah kenapa ada rasa tidak nyaman dihatinya saat ini.

“Err….. Molla.” Himchan tidak yakin dengan pertanyaan Yongguk.

“Nanti kau tanyakan pada Seyong, apa Zhoumi hyung juga bersikap seperti ini pada model lainnya. Jika dia menjawab tidak, maka….”

“Maka?” Himchan merasa penasaran dengan kalimat yang sengaja Yongguk potong.

“Maka biarkan aku berganti pakaian jika kau tidak ingin terlambat.” Yongguk berdalih sebelum akhirnya ia kembali melanjutkan kegiatannya.

“Eish, kau memang paling ahli membuatku penasaran.” Himchan bercekak pinggang, kesal karena Yongguk.

“Tidak penting, Hime. Lupakan saja.” Yongguk memberi senyuman gummy khasnya selagi tangannya sibuk mengenakan pakaian yang baru ia ambil dari lemari.

“Ck, kau ini.” Gerutu Himchan yang semakin menekuk wajahnya hingga membuat Yongguk tidak dapat menahan tawanya.

 

-ooo-

 

“Kenapa mereka lama sekali.” Gerutu Youngjae sambil menekan asal tombol pada remote tv secara terus menerus.

“Wae? Kau sangat ingin bertemu dengan mereka?”

Youngjae melirik sinis Daehyun yang sedang merebahkan diri dipangkuannya, “Anak mana yang tidak ingin bertemu dengan orangtuanya huh?”

“Aku hanya bertanya, kenapa kau galak sekali menjawabnya.” Gumam Daehyun dengan wajah masam.

“Kau merajuk?”

“Hm.” Daehyun berdehem sebagai jawaban. Kedua matanya menghindari pandangan Youngjae.

“Oh oke.” Youngjae mengendikkan bahunya lalu kembali menatap layar televisi yang menarik perhatiannya.

“Kau tidak membujukku?”

“Kau sudah tua, buat apa ku bujuk?” Balas Youngjae cuek.

“Aish, istri macam apa yang tidak membujuk suaminya?”

“Suami macam apa yang merajuk seperti anak kecil?”

“Siapa yang seperti anak kecil?”

“Kau.” Youngjae menyentil kening Daehyun keras.

“Yak!” Pekik Daehyun yang langsung mengusap keningnya.

“Kkk, mau lagi?”

“Bagaimana kalau aku saja?” Daehyun menaik-naikan alisnya seraya meniup jarinya yang sudah bersiap untuk membalas Youngjae.

“Andwae!” Youngjae refleks menangkap pergelangan tangan Daehyun, mengingat sentilan Daehyun lebih keras dibandingkan dirinya. Dan ia sudah sering merasakannya.

“Sekalii saja.”

“Kau ingin mati?” Rutuk Youngjae yang terus berusaha menghindar.

“Aigoo, apa yang kalian lakukan.” Mrs. Yoo menggeleng pasrah melihat dua pemuda dihadapannya.

“Ummaaa.” Kehadiran ibunya yang tiba-tiba membuat Youngjae spontan berdiri hingga tubuh Daehyun terdorong dari sofa.

“Omo! Daehyunie!” Seru Mrs. Yoo yang hendak menolong Daehyun bangun namun Youngjae menahannya lebih dulu.

“Biarkan saja umma.” Ujar Youngjae lalu memeluk ibunya erat.

“Kau merindukan umma?”

“Sejak tadi dia gelisah karena kalian tidak kunjung datang.” Sahut Daehyun yang kini berdiri di dekat ibu dan anak tersebut sambil mengusap bagian tubuhnya yang sakit karena terbentur.

“Ck, berisik. Lebih baik kau bantu appa saja.” Usir Youngjae dengan dagu yang menunjuk kearah ayahnya yang berjalan masuk dengan dua koper berukuran sedang serta tas jinjing ditangannya.

“Oh, abeoji.” Melihat ayah mertuanya tengah kewalahan, Daehyun pun berlari kecil untuk menolongnya.

“Jadi benar kau menunggu kami?” Mrs. Yoo menanyai Youngjae lagi setelah Daehyun menjauh.

“Hm, begitulah. Tapi bukan karena aku sangat merindukan kalian.” Jawab Youngjae disertai cengiran.

“Sudah umma duga, kau pasti ada maunya.” Mrs. Yoo menarik pipi Youngjae gemas.

“Aku lapar umma.” Youngjae memasang wajah memelasnya seketika.

“Kau belum makan?”

“Eii, tentu saja sudah. Daehyunie pasti akan marah kalau aku berani tidak makan.”

“Lalu?”

Youngjae menghela napas, “Tidak tahu kenapa, sejak kemarin aku ingin bubur labu buatanmu.”

“Ah… Umma mengerti. Kalau begitu umma ganti baju sebentar lalu membuatkannya untukmu.”

“Gomawo umma.” Ucap Youngjae yang menghadiahi ibunya sebuah kecupan dipipinya.

“Ne~ Sebaiknya kau bersiap, setelah makan nanti kita akan pergi ke rumah Daehyunie.”

“Huh? Umma ingin mengantarku? Tidak perlu.”

“Siapa bilang. Umma dan appa diundang makan malam oleh besan, dia bilang kita akan merayakan kehadiran anak kalian. Sahabat kalian dan orangtua mereka juga diundang.”

“Mwo?” Youngjae terkejut mendengar info yang sama sekali tidak ia ketahui.

“Omo! Seharusnya umma tidak boleh memberitahumu.” Mrs. Yoo mendadak panik karena tidak sengaja membocorkan rencana pesta kejutan untuk Youngjae dan Daehyun yang disusun oleh besannya sendiri.

“Kau harus pura-pura tidak tahu, arra.”

“Neee.” Ujar Youngjae sebelum pergi menghampiri Daehyun yang baru saja muncul dari balik pintu kamar ayah dan ibunya. Sementara Mrs. Yoo mengikutinya dari belakang.

Namun bukan Youngjae namanya jika tidak menggoda ibunya.

“Yah Yah, ayo kita siap-siap. Ibu mu akan mengadakan kejutan untuk kita.” Youngjae memberitahu Daehyun dengan semangat.

“Jeongmalyo?” Daehyun membulatkan kedua matanya.

“Yak! Kenapa kau memberitahunya.” Teriak Mrs. Yoo yang refleks mendorong kepala Youngjae.

“Appa!! Umma memukulku.” Adu Youngjae pada ayahnya yang masih didalam kamar dan tidak merespon.

“Eish, umma tidak jadi membuatkan bubur untukmu.”

“Yak, tidak bisa begitu. Umma sudah janji.” Youngjae protes atas ancaman ibunya.

“Kau juga sudah janji pada umma.” Cibir Mrs. Yoo. Ibu dan anak itu pun saling beradu tatapan sinis.

Daehyun memutar bola matanya malas melihat sikap ibu dan anak tersebut, “Chagiya, kau belum meminum obatmu. Ayo kita ke kamar.”

“Bawa dia jauh-jauh, Daehyunie. Umma pusing menghadapinya.” Seru Mrs. Yoo saat Daehyun mulai menuntun Youngjae pergi.

“Umma!” Suara kesal Youngjae terdengar dari kejauhan.

Mrs. Yoo tidak membalas, ia hanya tersenyum dan menggeleng pelan saat kedua matanya terus memperhatikan dua pemuda itu hingga menghilang dibalik pintu kamar mereka.

 

-ooo-

 

Seperti yang sudah direncanakan, Daehyun, Youngjae dan kedua orangtuanya kini sudah tiba di kediaman keluarga Jung. Daehyun selaku tuan rumah pun mempersilakan mertuanya untuk masuk lebih dulu kemudian diikuti oleh Youngjae yang melewati Daehyun begitu saja tanpa menunggu sosok yang tengah kerepotan membawa setumpuk komik ditangannya sebab sang pemilik ingin membaca ulang koleksi kesayangannya untuk mengisi waktu luang.

“Besaaan, kami datang.”

Tidak berapa lama setelah Mrs. Yoo berteriak, sosok Mrs. Jung pun muncul dari arah dapur. Senyuman lebar terukir jelas diwajah cantiknya seakan menyambut mereka dengan suka cita.

“Selamat datang.” Mrs. Jung memberi pelukan hangat pada Mrs. Yoo. Sementara wajahnya ia arahkan pada Mr. Yoo dan Youngjae yang sudah duduk tenang di sofa sembari tersenyum.

“Dimana Daehyunie?”

“Aku disini, umma.” Sahut Daehyun dengan langkah pelan mendekati mereka agar komik bawaannya tidak terjatuh.

“Jangan memelukku dulu, bisa-bisa kau akan kena marah kalau menjatuhkan komik ini.” Larang Daehyun pada ibunya dengan mata yang mengerling kearah Youngjae.

“Kkk, yasudah kau taruh komik itu ke kamar kalian dulu. Sebentar lagi kita akan kedatangan tamu.” Suruh Mrs. Jung disertai senyum misteriusnya.

“Keluarga Yongguk hyung dan Junhongie.” Celetuk Youngjae yang langsung mendapat tepukan pelan dipunggung dari ayahnya.

“Yak, sudah berapa kali umma menyuruhmu agar berpura-pura tidak tahu.”

“Oops, mianhae umma-deul.” Youngjae membentuk V-sign dengan jarinya, sedangkan Daehyun hanya bergeleng malas seraya pergi menuju anak tangga, kearah kamarnya.

“Hehe, maaf besan. Aku tidak sengaja mengatakan rencanamu.” Mrs. Yoo merasa tidak enak.

“Gwaenchana, paling tidak mereka tidak tahu rencana kita yang lainnya kkk.”

“Huh? Rencana apa?” Youngjae yang sejak tadi mendengarkan pembicaraan mereka pun penasaran.

“Rahasia.” Jawab Mrs. Yoo dan Mrs. Jung serentak yang membuat Youngjae mendengus.

“Apa semuanya sudah siap, besan?” Tanya Mrs. Yoo mengabaikan ekspresi kesal Youngjae.

“Sudah, kau mau mencicipinya? Mungkin saja ada masakan yang masih terasa kurang.”

“Boleh, ayo kita ke dapur. Aku tidak sabar mencicipi masakanmu kkk.” Ajak Mrs. Yoo yang langsung diiyakan oleh Mrs. Jung. Tanpa mempedulikan rasa penasaran Youngjae, mereka berdua pun beranjak dari ruang keluarga dimana Youngjae dan ayahnya masih saja betah duduk bersandar disana.

“Appa, kalian punya rencana apa?” Bisik Youngjae menyelidik pada ayahnya yang sibuk menonton program berita di televisi.

“Berani bayar berapa agar appa membuka mulut?” Ujar Mr. Yoo tanpa menoleh.

“Ish, appa.” Youngjae mengembungkan pipinya serta melipat kedua tangannya didepan dada, kesal.

.

.

Suasana malam di kediaman keluarga Jung hari ini tampak berbeda dari biasanya. Suara canda, tawa bahkan teriakan mewarnai acara makan malam bersama yang diadakan Mrs. Jung untuk merayakan kehadiran cucu serta kelulusan anak dan menantu kesayangannya. Keluarga Yongguk, Junhong dan juga Jongup terlihat begitu menikmati semua hidangan beraneka jenis yang sudah disiapkan. Berbagai topik pun dibahas oleh para orangtua yang sudah lama tidak berkumpul tersebut.

“Aish hyung!” Junhong meneriaki Daehyun dan Youngjae yang terus mengambil udang miliknya yang baru ia kupas satu per satu.

“Kkk, gomawo maknae-ya.” Youngjae tidak peduli dengan teriakan Junhong, mulutnya terlalu sibuk mengunyah.

Mendengar kekesalan Junhong, para ibu menghentikan perbincangan mereka dan menoleh pada sumber suara. Sementara yang lain tidak berminat untuk melerai pertengkaran para anak kecil tersebut.

“Ck, aegideul. Berhenti mengganggu Junhongie.” Tegur Mrs. Jung pada Daehyun dan Youngjae yang duduk didepannya.

“Tidak apa-apa, mereka hanya bercanda pada Junhongie.” Timpal Mrs. Choi.

“Tenang saja, ahjumma akan menjewer mereka kalau masih saja mengganggumu.” Ujar Mrs. Yoo yang langsung membuat pasangan usil itu terdiam.

“Haha, aku akan membantumu besan.” Tambah Mrs. Jung yang membuat Mrs. Choi dan Mrs. Bang terkekeh mendengarnya.

“Eish, apa mereka ibu kita?” Bisik Daehyun sambil memandang kearah para ibu yang kembali melanjutkan perbincangan mereka.

“Entahlah, aku jadi ragu.” Youngjae menghela napas panjang. “Apa kita harus tes DNA?”

“Ide bagus!” Setuju Daehyun diiringi tawa karena ide konyol mereka.

Sedangkan dilain sisi, Jongup diam-diam memindahkan beberapa udang miliknya ke piring Junhong yang sejak tadi merengut.

“Oh! Gomawo hyung~” Junhong tersenyum senang saat menyadari perlakuan Jongup.

“Tidak baik merengut di depan makanan.” Jongup mengingatkan dengan tepukan ringan di pundak Junhong. Beruntung semua orang sedang sibuk dengan obrolan masing-masing hingga tidak ada yang memperhatikan mereka.

“Oh ya, Daehyun-ah. Bisa kau mengikuti kami saat pulang nanti? Ahjussi lupa membawa jubah milik Youngjae untuk upacara kelulusan besok.” Pinta Mr. Choi setelah obrolannya bersama yang lain terhenti.

“Tidak usah ahjussi, aku tidak memerlukannya.” Kalimat Youngjae sontak mendapat tatapan penuh tanya dari mereka semua, kecuali Daehyun.

“Waeyo?” Mrs. Yoo menatap cemas anaknya.

Youngjae mengangkat bahu malas, “Aku tidak nyaman berada di lingkungan sekolah.”

Semuanya, termasuk orangtua Yongguk yang sudah mendengar masalah mereka pun hanya diam tanpa berniat membujuk. Mereka tahu maksud ucapan Youngjae, lingkungan sekolah yang seakan menghakimi dirinya tanpa ampun.

“Apa boleh buat. Itu keinginanmu, kau yang mengalami dan merasakannya. Appa tidak mungkin memaksamu berada di lingkungan yang sama sekali membuatmu tidak nyaman.”

“Maafkan saya, saya tidak bisa menjaga Youngjae selama disekolah.” Sesal Mr. Choi pada kedua orangtua Youngjae.

“Aniyo, aku beruntung ada ahjussi disana. Mereka jadi tidak berani melakukan kekerasan fisik padaku.” Ujar Youngjae menenangkan.

“Benar, ini bukan salah siapa-siapa. Pada dasarnya, kita memang tidak bisa mengendalikan cara berpikir ataupun cara pandang seseorang bukan? Itu semua tergantung pada diri mereka masing-masing.” Mrs. Yoo menambahkan.

“Paling tidak, sekarang Youngjae sudah tenang karena tidak menghadapi situasi itu lagi.” Mrs. Bang tersenyum pada Youngjae yang mengangguk, mengiyakan.

“Kalau begitu, besok biar ahjussi saja yang mewakilimu untuk menerima piagam kelulusan dan penghargaanmu.”

“Piagam penghargaan? Wah, daebak.” Junhong menatap kagum Youngjae, “Kau hebat, hyung.”

“Sudah dari dulu.” Youngjae menyombongkan diri.

“Nilai ujian Youngjae adalah yang terbaik disekolah, karena itu dia mendapat penghargaan.” Jelas Mr.  Choi pada semua orang.

“Chukkae Youngjae-yaaaa.” Ucap Daehyun bangga yang langsung memeluk Youngjae dari samping.

Yang lain pun tidak ketinggalan memberi ucapan selamat pada Youngjae yang tidak dapat menahan ekspresi senang bercampur malunya.

“Itu artinya, besok kita hanya akan menghadiri kelulusan Daehyunie?”

“Aniyo, umma. Aku juga tidak akan mengikutinya.”

“Kau juga dibully?” Tebak Yongguk.

“Tidak hyung, justru sebaliknya.”

“Disana, Daehyunie justru didekati banyak siswa perempuan.” Sindir Youngjae yang mengundang tawa.

“Apa karena Youngie tidak ikut upacara kelulusan?” Mrs. Yoo memastikan.

“Begitulah eommeoni, biar adil. Aku tidak mau bersenang-senang sendirian.”

“Kenapa tidak kau ajak Youngjae ke sekolahmu saja? Youngjae masih bisa merasakan euforia upacara kelulusan meski di sekolah yang berbeda.” Usul Mr. Bang.

“Benar juga, aku juga ingin ikut ke sekolah Daehyun hyung.”

“Eii, kau harus datang ke sekolah untuk memberi pidato perpisahan sebagai perwakilan siswa kelas dua.”

“Ah appa, tidak bisakah aku digantikan saja?” Mr. Choi menggeleng setelah mendapat permintaan Junhong.

“Ck. Jongup hyung, kau harus menemaniku.” Paksa Junhong yang dengan senang hati menyetujui.

“Jadi bagaimana, Youngjae-ya?” Mr. Yoo meminta pendapat Youngjae atas usulan Mr. Bang yang belum ia jawab.

“Aku tidak tahu, appa. Lihat nanti saja.”

“Arra, beritahu appa jika kau berubah pikiran.”

“Ne, appa.”

“Appa, umma. Sudah hampir jam sepuluh malam, bagaimana kalau kita pulang lebih dulu? Udara malam tidak baik untuk appa.” Sela Yongguk setelah dilihatnya semua orang telah menyudahi makan malam mereka sejak tadi.

“Sekarang? Tapi umma belum membereskan semua ini.” Tunjuk Mrs. Bang kearah meja makan yang penuh dengan piring kotor.

“Tidak usah, kami bisa membereskannya. Benar kan, besan?” Mrs. Yoo menolak secara halus.

“Ne. Hm Daehyunie, tolong kau antarkan Yonggukie dan orangtuanya.”

“Aniyo ahjumma, kami pulang dengan taksi saja.”

“Kau harus pergi ke jalan utama untuk mendapatkan taksi, kasihan ayahmu jika berjalan terlalu jauh. Lebih baik kalian pulang bersama kami saja.” Mr. Choi menawarkan dengan nada final sehingga Yongguk tidak nyaman untuk menolak.

“Kalian juga ingin pulang?” Tanya Mr. Yoo.

“Ne, sudah waktunya Junhongie tidur kkk.”

“Ish, umma. Aku bukan anak kecil.” Gerutu Junhong yang tentu saja tidak didengar ibunya.

“Jongup-ah, ahjussi juga akan mengantarmu. Kaja.” Ajak Mr. Choi pada Jongup yang bergeming ditempat duduknya, sementara yang lain mulai bersiap.

“Jongup-ah, hyung membawa banyak komik saat pulang tadi. Kau mau membacanya?” Youngjae mencoba memberi alasan pada Jongup yang bingung menolak ajakan ayah Junhong.

“Ne! Boleh aku menginap disini?”

“Tentu saja. Daripada kau harus membawanya ke rumah, bisa-bisa komik ku rusak.”

“Errr, ahjussi. Sepertinya aku tidak ikut pulang hehe. Terimakasih tawarannya.” Ucap Jongup canggung.

“Santai saja, kau seperti dengan orang lain haha.”

“Kalau begitu, kami pulang dulu. Terimakasih atas undangannya.” Pamit Mrs. Choi mewakili.

“Masakanmu semakin enak, lain kali aku harus belajar denganmu.”

“Kau bisa saja, padahal kau paling ahli memasak diantara kita kk.” Mrs. Yoo balas memuji Mrs. Bang.

“Sering-seringlah datang kesini seperti dulu.” Ujar Mrs. Jung pada ibu Yongguk dan ibu Junhong.

“Kapan kita bermain futsal lagi?”

“Coba kau tanyakan pada yang paling sibuk disini haha.” Mr. Bang melirik Mr. Yoo yang memberi cengiran padanya dan juga ayah Junhong.

“Bagaimana kalau akhir pekan nanti?”

Disaat para orangtua kembali sibuk membicarakan kebiasaan mereka di jaman dulu, para anak justru hanya bisa menatap  mereka dengan berbagai ekspresi.

“Kau kenapa?” Yongguk merangkul pundak Jongup yang memandang serius kearah para orangtua.

“Aniyo, aku hanya berpikir acara makan malam ini berubah menjadi acara reuni untuk mereka kkk. Menyenangkan sekali melihatnya. Sayangnya tidak ada orangtuaku diantara mereka.”

“Himchan hyung pasti akan marah kalau mendengar ucapanmu.” Celetuk Junhong yang juga mendengarkan.

“Lalu dia akan mengatakan ‘Tidak perlu sedih, kau bicara seakan orangtuamu sudah tidak ada saja. Harusnya aku yang bicara seperti itu karena mereka sudah tidak ada. Ck, dasar anak jaman sekarang.'” Youngjae meniru gaya omelan Himchan dengan sempurna.

“Hahaha, tamat riwayatmu jika dia tahu kau menirukannya.” Ledek Daehyun dengan tawanya.

“Jongup-ah. Walaupun orangtuamu sibuk masing-masing, kau masih punya kami dan mereka semua yang selalu menganggapmu bagian dari keluarga.” Yongguk mengarahkan matanya ke para orangtua sebelum kembali melanjutkan kalimatnya. “Jangan pernah berpikir kau sendirian lagi kalau kau menganggap kami keluargamu.”

“Wooo, Yongguk hyung sedang mengancam hahahaha.” Youngjae terbahak mendengar ancaman Yongguk yang jarang ia lakukan.

“Ampun, hyung.” Wajah Jongup yang takut lagi-lagi mengundang tawa ketiga hyungnya dan juga Junhong.

Gelak tawa mereka yang nyaring membuat para orangtua yang kembali asik bernostalgia menoleh bersamaan ke arah mereka.

“Yongguk-ah, Junhong-ah kita pulang sekarang?” Tanya Mr. Choi setelah teringat rencana mereka yang sempat terlupakan.

“Sejak tadi kami menunggu kalian, appa. Kalian saja yang melupakan kami.” Jawab Junhong datar.

“Maklum, kami sudah lama tidak berkumpul seperti ini. Makanya jadi lupa waktu haha.”

“Akibat pekerjaan kita semua jadi jarang bertemu haha. Ditambah kau pergi ke Vietnam beberapa tahun yang lalu.” Mr. Yoo menimpali ucapan Mr. Bang.

“Apa sebaiknya kita adakan acara berkumpul setiap bulannya?” Mr. Choi mengemukakan idenya yang disambut anggukan setuju dari yang lain.

“Untuk yang sudah pensiun sepertiku tentu tidak akan keberatan haha. Semuanya tergantung kalian, apalagi ayah Youngjae dan ibu Daehyun.”

“Kita mulai dilupakan lagi.” Youngjae bersuara lantang yang menghentikan diskusi yang kembali akan dimulai.

“Apa tua nanti kita juga seperti ini? Ckckck.” Daehyun bergeleng pelan.

“Hyung, sepertinya mereka masih lama. Ayo kita bermain game saja.” Ajak Junhong pada Jongup.

“Lebih baik kita bicarakan nanti saja daripada anak-anak ini protes lagi.” Putus Mrs. Choi yang mengerti tatapan malas dari empat pemuda didekatnya.

“Yasudah, kita pamit dulu. Sekali lagi terimakasih undangannya.” Mr. Choi menuruti istrinya.

“Sampai jumpa semua. Yongguk-ah, kaja.” Mrs. Bang menegur Yongguk yang sibuk dengan ponselnya.

“Terimakasih atas makanannya, kami permisi dulu.” Yongguk ikut berpamitan.

“Bye hyungdeul. Ah, Jongupie hyung jangan lupa menjemputku besok.” Junhong melambaikan tangan sebelum mengekor pada Yongguk yang mulai pergi.

“Arraseo, maknae. Selamat malam.”

“Harusnya kau ucapkan ‘Selamat malam, jagiya.'” Goda Youngjae setelah semuanya pergi ke arah pintu utama menyisakan Daehyun, Jongup dan dirinya di ruang makan.

“Eish, hyung.” Jongup mendelik pada dua hyungnya yang senang menggodanya.

“Daehyunie, Jongup membentakku.” Adu Youngjae dengan suara sedih.

“Abaikan saja dia, chagiya. Ayo kita ke kamar, sebelum umma menyuruhku membantu mereka.”

“Kaja, biar Jongupie yang menggantikanmu.”

“Yak hyung, kenapa aku?”

“Memangnya kau mau aku yang mengerjakannya?” Balas Youngjae sinis.

“Kau seperti ibu tiri, chagi.” Daehyun terkekeh melihat adegan didepannya.

“Dae, cepat jongkok.” Youngjae menahan tangan Daehyun yang hendak memegangnya.

“Huh?”

“Gendong aku sampai kamar. Aku lelah.” Youngjae mengerucutkan bibirnya, manja.

“Pekerjaanmu sepertinya lebih berat hyung.” Jongup menatap Daehyun iba.

“Apa maksudmu berat? Kau ingin mengatakan badanku berat?”

Jongup menggeleng cepat sebelum diamuk Youngjae.

“Sudahlah, cepat kau naik.” Daehyun segera berjongkok membelakangi Youngjae untuk melerai mereka.

Youngjae mendengus kearah Jongup sebentar lalu menaiki punggung Daehyun dengan semangat. “Kajaaaa.”

Perlahan Daehyun pun berdiri dengan kedua tangan menahan tubuh Youngjae yang menempel padanya. Meninggalkan Jongup yang masih berdiri ditempat, melihat aksi mereka.

“Jongup-ah, cepat cuci semua piring kotornya.” Teriak Youngjae yang mulai menjauh.

Jongup menghela napas panjang, “Benar-benar berbakat jadi ibu tiri.”

Dengan terpaksa Jongup pun membereskan meja makan yang berantakan tersebut selagi menunggu orangtua Daehyun dan Youngjae yang masih mengantarkan kepulangan keluarga Yongguk dan Junhong kembali. Sedangkan Daehyun, sepertinya ia tidak berniat untuk membantunya dan memilih untuk bersembunyi di kamar bersama Youngjae. Sungguh hyung yang baik.

 

:::::

 

“Daehyunie, ireona.” Suara lembut Youngjae ditelinganya membuat tidur Daehyun terusik.

“Daehyunie~” Beban dan gerakan diatas tubuhnya semakin bertambah saja, dan memaksa Daehyun membuka matanya setengah.

“Ada apa hm?” Daehyun menutup matanya lagi setelah tahu Youngjae tidur diatasnya. “Kau selalu bangun pagi belakangan ini, chagi.”

“Sudah jam 5, ayo bangun.” Youngjae mengabaikan ucapan Daehyun dan memainkan jemarinya diwajah Daehyun.

“Dua jam lagi, aku masih mengantuk. Kau juga harus tidur.”

“Aku sudah coba tidur, tapi sejak tadi aku mual dan ingin muntah terus menerus.”

Daehyun refleks membuka matanya dan memeriksa keadaan Youngjae, “Sejak kapan?”

“Uhm… Satu jam setengah yang lalu? Entahlah, aku tidak menghitungnya. Yang jelas aku sudah 4 kali ke kamar mandi.”

“Kita harus temui dokter Park hari ini.”

“Eiii, tidak usah. Dari artikel yang ku baca, ini wajar terjadi. Aku hanya perlu minum obat teratur dan makan lebih banyak lagi agar nutrisinya tercukupi.”

“Kau yakin?” Youngjae mengangguk meyakinkan untuk menepis keraguan Daehyun.

“Arraseo, aku percaya padamu.” Daehyun mendekap tubuh Youngjae yang menyandarkan kepala didadanya. “Tapi kalau kau merasa sakit dan sebagainya, cepat bilang padaku agar kita bisa ke rumah sakit. Arra?”

“Ne~” Sahut Youngjae dengan suara lemah.

“Kau sudah minum obat?” Tanya Daehyun lagi, rasa mengantuknya sudah menghilang dan berganti rasa cemas.

“Sudah.”

“Bagus, sekarang kau coba tidur saja.”

“Sudah ku bilang tidak bisa. Lagipula kita bisa terlambat jika tidur lagi.”

Daehyun mengerutkan kening, heran. “Memangnya kita mau kemana?”

“Tentu saja ke upacara kelulusanmu.”

“Kau lupa? Aku juga tidak akan datang sepertimu.”

“Bagaimana kalau aku ingin merayakannya disekolahmu? Kau masih menolak?”

“Tapi…. ”

Youngjae mengangkat wajahnya hingga matanya kini dapat menatap Daehyun, “Walau aku tidak menerima piagam, tapi dengan melihatmu naik ke atas panggung untuk menerima piagam kelulusan saja sudah membuatku bangga dan bahagia, Dae.”

“Momen ini hanya ada sekali seumur hidup, dan salah satu dari kita harus ada yang mengalaminya agar kita bisa merayakannya bersama sehingga kita punya kenangan manis dari momen ini untuk diceritakan pada anak kita nanti. Kau mengerti maksudku kan?”

Daehyun mengangguk, pikirannya terus mencerna kalimat demi kalimat dari Youngjae.

“Aku akan memberitahu appa agar menjemput kita lalu menyiapkan pakaianmu. Sebaiknya kau mandi dan bersiap-siap. Jangan tidur lagi.” Youngjae menangkup wajah Daehyun dan mencium bibirnya sekilas.

“Kau tidurlah, biar aku saja yang melakukannya.” Daehyun menahan Youngjae yang hendak beranjak kemudian merebahkannya kembali diatas kasur,  “Aku akan membangunkanmu satu jam lagi.”

“Tidur atau kita batal menghadirinya.” Ancam Daehyun ketika Youngjae akan menolak.

“Terimakasih.” Ucap Youngjae tulus.

“Terimakasih karena kau mau membiarkanku ikut bahagia bersamamu hari ini.” Lanjut Youngjae setelah sadar Daehyun memandangnya bingung.

“Melihatmu bahagia adalah tujuan hidupku, Jae. Kau tidak perlu berterimakasih.” Balas Daehyun dengan senyum sambil mengusap rambut Youngjae yang mulai memejamkan mata, menunggunya untuk tertidur.

Daehyun menghela napas panjang. Tidak tahu kenapa, perasaannya tiba-tiba menjadi gugup saat membayangkan Youngjae datang ke sekolah barunya itu. Apa yang harus ia lakukan jika nanti mereka bertemu dengan teman-teman yang akhir-akhir ini menemaninya di sekolah? Apakah ia harus mengatakan semua kebenarannya? Tapi bagaimana jika hal buruk yang terjadi di sekolah lamanya terulang kembali? Ia tidak akan sanggup melihat kesedihan di wajah Youngjae lagi.

“Ku harap semuanya akan baik-baik saja, chagi. Selamat tidur.” Bisik Daehyun pelan seraya mengecup kening Youngjae yang sudah tidur pulas sebelum ia bangun dari tempat tidurnya, menyiapkan segala keperluan mereka berdua.

 

-ooo-

 

— TBC –

 

 

Hayolooo Jae bakal ke sekolah Dae. Kira-kira apa yang bakal terjadi ya?

Oh ya, karena part ini kepanjangan jadi aku bikin dua bagian yaa.

Semoga suka sama kelanjutannyaa, maaf atas kekurangannya juga. Thanks for reading ^^

6 Responses to "[Fanfiction] Get Married? | Part 35-1"

.pasti jadi soalnyakan jae yang ngajak daenya….
.jae tambah mesra ih sama si dae jadi penasaran sama kelanjutannya…
.semangat thor…

jae lagi dlm mode manja sih, entar juga kalau tsundere muncul bakal galak lagi ke dae /eh. kkkk
makasih udah baca sama komen yaaa ^^

Youngjae kesekolah daehyun? Mungkin bakal ada insiden yg membuat hati dagdigdug wkwk

Semangat nulisnya thor. Cepat up yakk

hayolo bakalan ada apa kkkk. makasih udah baca sama komen ya ^^

Chapter kali ini berasa rusuh banget ye hawanya. Serasa ada di dlm cerita.😂😂😂😂 ..

amburadul gitu ya kak? maapin ya 😂😂 makasih udah baca sama komen yaaa ^^

Leave a comment

StringsHenry

December 2017
M T W T F S S
 123
45678910
11121314151617
18192021222324
25262728293031

Enter your email address to follow this blog and receive notifications of new posts by email.

Join 47 other subscribers